Cute White Flying Butterfly

Kamis, 17 September 2015

Antropologi Kebudayaan



A.    Definisi Menurut Ilmu Antropologi
Manusia mempunyai kemampuan akal atau budi yang mereka gunakan untuk mengembangkan berbagai macam sistem tindakan demi keperluan hidupnya sehingga menjadi makhluk yang paling berkuasa di muka bumi. Kemampuan untuk melaksanakan semua sistem tindakan itu tidak terkandung dalam gennya, jadi tidak dibawa olehnya saat ia lahir.
Cara hidup manusia dengan berbagai macam sistem tindakan tadi dijadikan sebagai objek penelitian dan analisis oleh ilmu antropologi sehingga aspek belajar merupakan aspek pokok. Penelitian antropologi mengenai kebudayaan juga berbeda dengan ilmu yang lainnya. Dalam bahasa sehari-hari “kebudayaan” dibatasi hanya pada hal-hal yang indah (seperti candi, tari-tarian, seni rupa, seni suara, kesusateraan, dan filsafat) saja. Sedangkan menurut ilmu antropologi “kebudayaan” adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya menusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Hampir seluruh tindakan manusia adalah “kebudayaan” dan hanya sedikit tindakan yang dibiasakan dengan belajar. Berikut tindakan manusia yang merupakan kebudayaan:
a.       Tindakan naluri
b.      Tindakan refleks
c.       Tindakan akibat fsiologi atau kelakuan mambabi-buta
d.      Dll
Dua orang sarjana antropologi, A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn, pernah mengumpulkan sebanyak mungkin definisi tentang kebudayaan yang pernah dinyatakan orang dalam tulisan, dan ternyata bahwa ada paling sedikit 160 buah definisi. 160 definisi tersebut kemudian mereka analisis, dicari latar belakang, prinsip, dan intinya, kemudian diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe definisi. Hasil penelitian mengenai definisi kebudayaan tadi diterbitkan menjadi buku berjudul: Culture, A Critical Review of Concepts and Definitions (1952).

1.      Kebudayaan (Culture) dan Peradaban
Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan: “hal-hal yang bersangkutan dengan akal.” Adapula yang membedakan antara “budaya” dengan “kebudayaan”. “Budaya” adalah daya dan budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa. Sedangkan “kebudayaan” adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu.[1] Dalam istilah “antropologi-budaya” perbedaan itu ditiadakan. Kata “budaya” hanya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari “kebudayaan” dengan arti yang sama.
Kebudayaan memiliki nama lain yakni culture. Culture berasal dari bahasa Latin Colere yang berarti “mengolah, mengerjakan,” terutama mengolah tanah atau bertani. Definisi culture dalam arti luas yakni “segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mnegubah alam.”
Disamping istilah “kebudayaan” ada pula istilah “peradaban”. Dalam istilah Inggris “peradaban” sama dengan  istilah civilization. Istilah tersebut biasanya digunakan untuk menyebut bagian dan unsur dari kebudayaan yang halus, maju dan indah. Istilah “peradaban” sering juga dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, ilmu pengetahuan, seni bangunan, seni rupa, dan sistem keneragaan dari masyarakat kota yang maju dan kompleks.

2.      Sifat Superorganik dari Kebudayaan
Manusia muncul dibumi telah membawa benih-benih kebudayaan, diantaranya sebagai berikut:
a.       Telah ada bahasa sebagai alat komunikasi untuk perkembangan sistem pembagian kerja dan interkasi anatar warga kelompok.
b.      Telah ada kemampuan akal manusia untuk mengembangkan konsep-konsep yang makin lama makin tajam, yang dapat disimpan dalam bahasa, dan bersifat akumulatif.
c.       Telah ada peralatan atau alat-alat yang pertama, berupa sebatang kayu untuk tongkat pukul dan segumpal batu untuk senjata lempar.
Homo Neandertal, pada evolusi tersebut kebudayaan manusia telah bertambah dengan kemampuan untuk menguasai api dan mempergunakan energinya, serta kepandaian untuk membuat gambar-gambar pada dinding gua, yang berarti bahwa manusia mulai mengembangkan kesenian. Dan berkembang pula konsep-konsep dasar mengenai religi.
Homo Sapiens (manusia sekarang), pada evolusi ini manusia mengalami banyak kemajuan. Variasi bentuk alat-alat batunya sudah bertambah banyak dan mantap. Manusia telah memakai alat-alat batu serpih bilah yang kecil, yang dipasanagnya pada alat-alat kayu atau bambu yang telah ada, sehingga kemampuan teknologinya sudah menjadi lebih rumit.
Revolusi Pertanian, pada tahap ini kepandaian manusia untuk bercocok tanam mulai berkembang. Dengan peristiwa tersebut manusia tidak lagi berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnnya untuk mencari tempat kawanan binatang buruannya. Ia mulai membentuk desa-desa, konsentrasi tempat-tempat tinggal menetap dan mengembangkan masyarakat dengan organisasi sosial yang mempunyai dasar dan susunan yang sangat berbeda daripada organisasi sosial dari masyarakat ketika ia hidup dalam kelompok-kelompok berburu kecil.
Revolusi Perkotaan, seiring berkembangnya revolusi pertanian (bercocok tanam) dan kehidupan yang menetap, menyebabkan meloncatnya pertambahan penduduk. Peristiwa itu pertama-tama terjadi di Pulau Kreta ± pada tahun 4.000 SM, di daerah subur di perairan sungai-sungai Tigris dan Eufart (daerah yang sekarang menjadi negara Siria dan Irak), di daerah muara Sungai Nil (daerah yang sekarang menjadi Mesir sekitar kota Kairo).
Revolusi Industri, pada tahap ketiga ini manusia mulai menemukan mesin yang dapat memproduksi barang-barang keperluan hidupnya dalam jumlah massal. Dalam proses perubahan mendadak itu kebudayaan manusia, terutama mengenai unsur-unsur teknologi dan peralatan fisiknya, dan juga mengenai organisasi sosial dan kehidupan rohaniahnya sudah menjadi sedemikian kompleksnya sehingga manusia sendiri hampir tidak dapat lagi mengendalikan dan mneguasainya. Kecepatan perkembangan kebudayaan itu sudah menjadi beberapa ratus kali lipat.



[1] M.M Djojodigoeno, Azaz-Azaz Sosiologi (1958: hlm. 24-27)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar