A.
Definisi Menurut Ilmu Antropologi
Manusia mempunyai
kemampuan akal atau budi yang mereka gunakan untuk mengembangkan berbagai macam
sistem tindakan demi keperluan hidupnya sehingga menjadi makhluk yang paling
berkuasa di muka bumi. Kemampuan untuk melaksanakan semua sistem tindakan itu
tidak terkandung dalam gennya, jadi tidak dibawa olehnya saat ia lahir.
Cara hidup manusia
dengan berbagai macam sistem tindakan tadi dijadikan sebagai objek penelitian
dan analisis oleh ilmu antropologi sehingga aspek belajar merupakan aspek
pokok. Penelitian antropologi mengenai kebudayaan juga berbeda dengan ilmu yang
lainnya. Dalam bahasa sehari-hari “kebudayaan” dibatasi hanya pada hal-hal yang
indah (seperti candi, tari-tarian, seni rupa, seni suara, kesusateraan, dan
filsafat) saja. Sedangkan menurut ilmu antropologi “kebudayaan” adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya menusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar.
Hampir seluruh tindakan
manusia adalah “kebudayaan” dan hanya sedikit tindakan yang dibiasakan dengan
belajar. Berikut tindakan manusia yang merupakan kebudayaan:
a.
Tindakan naluri
b.
Tindakan refleks
c.
Tindakan akibat
fsiologi atau kelakuan mambabi-buta
d.
Dll
Dua orang sarjana
antropologi, A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn, pernah mengumpulkan sebanyak
mungkin definisi tentang kebudayaan yang pernah dinyatakan orang dalam tulisan,
dan ternyata bahwa ada paling sedikit 160 buah definisi. 160 definisi tersebut
kemudian mereka analisis, dicari latar belakang, prinsip, dan intinya, kemudian
diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe definisi. Hasil penelitian mengenai
definisi kebudayaan tadi diterbitkan menjadi buku berjudul: Culture, A Critical Review of Concepts and
Definitions (1952).
1.
Kebudayaan
(Culture) dan Peradaban
Kata “kebudayaan”
berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yaitu
bentuk jamak dari budhi yang berarti
“budi” atau “akal”. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan: “hal-hal yang
bersangkutan dengan akal.” Adapula yang membedakan antara “budaya” dengan
“kebudayaan”. “Budaya” adalah daya
dan budi yang berupa cipta, karsa,
dan rasa. Sedangkan “kebudayaan” adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa itu.[1]
Dalam istilah “antropologi-budaya” perbedaan itu ditiadakan. Kata “budaya”
hanya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari “kebudayaan” dengan arti yang
sama.
Kebudayaan memiliki
nama lain yakni culture. Culture berasal
dari bahasa Latin Colere yang berarti
“mengolah, mengerjakan,” terutama mengolah tanah atau bertani. Definisi culture dalam arti luas yakni “segala
daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mnegubah alam.”
Disamping istilah
“kebudayaan” ada pula istilah “peradaban”. Dalam istilah Inggris “peradaban”
sama dengan istilah civilization. Istilah tersebut biasanya digunakan untuk menyebut
bagian dan unsur dari kebudayaan yang halus, maju dan indah. Istilah
“peradaban” sering juga dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai
sistem teknologi, ilmu pengetahuan, seni bangunan, seni rupa, dan sistem
keneragaan dari masyarakat kota yang maju dan kompleks.
2.
Sifat
Superorganik dari Kebudayaan
Manusia muncul dibumi
telah membawa benih-benih kebudayaan, diantaranya sebagai berikut:
a.
Telah ada bahasa
sebagai alat komunikasi untuk perkembangan sistem pembagian kerja dan interkasi
anatar warga kelompok.
b.
Telah ada
kemampuan akal manusia untuk mengembangkan konsep-konsep yang makin lama makin
tajam, yang dapat disimpan dalam bahasa, dan bersifat akumulatif.
c.
Telah ada
peralatan atau alat-alat yang pertama, berupa sebatang kayu untuk tongkat pukul
dan segumpal batu untuk senjata lempar.
Homo Neandertal, pada
evolusi tersebut kebudayaan manusia telah bertambah dengan kemampuan untuk menguasai
api dan mempergunakan energinya, serta kepandaian untuk membuat gambar-gambar
pada dinding gua, yang berarti bahwa manusia mulai mengembangkan kesenian. Dan
berkembang pula konsep-konsep dasar mengenai religi.
Homo Sapiens (manusia
sekarang), pada evolusi ini manusia
mengalami banyak kemajuan. Variasi bentuk alat-alat batunya sudah bertambah
banyak dan mantap. Manusia telah memakai alat-alat batu serpih bilah yang
kecil, yang dipasanagnya pada alat-alat kayu atau bambu yang telah ada,
sehingga kemampuan teknologinya sudah menjadi lebih rumit.
Revolusi Pertanian, pada tahap ini kepandaian manusia untuk bercocok
tanam mulai berkembang. Dengan peristiwa tersebut manusia tidak lagi
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnnya untuk mencari tempat
kawanan binatang buruannya. Ia mulai membentuk desa-desa, konsentrasi
tempat-tempat tinggal menetap dan mengembangkan masyarakat dengan organisasi
sosial yang mempunyai dasar dan susunan yang sangat berbeda daripada organisasi
sosial dari masyarakat ketika ia hidup dalam kelompok-kelompok berburu kecil.
Revolusi Perkotaan, seiring berkembangnya revolusi pertanian (bercocok
tanam) dan kehidupan yang menetap, menyebabkan meloncatnya pertambahan
penduduk. Peristiwa itu pertama-tama terjadi di Pulau Kreta ± pada tahun 4.000
SM, di daerah subur di perairan sungai-sungai Tigris dan Eufart (daerah yang
sekarang menjadi negara Siria dan Irak), di daerah muara Sungai Nil (daerah
yang sekarang menjadi Mesir sekitar kota Kairo).
Revolusi Industri, pada tahap ketiga ini manusia mulai menemukan mesin
yang dapat memproduksi barang-barang keperluan hidupnya dalam jumlah massal.
Dalam proses perubahan mendadak itu kebudayaan manusia, terutama mengenai
unsur-unsur teknologi dan peralatan fisiknya, dan juga mengenai organisasi
sosial dan kehidupan rohaniahnya sudah menjadi sedemikian kompleksnya sehingga
manusia sendiri hampir tidak dapat lagi mengendalikan dan mneguasainya.
Kecepatan perkembangan kebudayaan itu sudah menjadi beberapa ratus kali lipat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar