Cute White Flying Butterfly

Kamis, 17 September 2015

Adat Perkawinan Melayu Jambi: Berusik Sirih Begurau Pinang



KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul "Adat Perkawinan Melayu Jambi".
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai salah satu tugas pembelajaran mata kuliah Pancasila dan sebagai pelengkap materi yang ada di SAP.
Adapun sumber dari makalah ini, kami dapat dari buku dan internet. Dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini terutama kepada dosen pengampu.







BAB 1
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
Perkawinan merupakan fase kehidupan manusia yang sangat penting dan sakral. Dibandingkan dengan fase kehidupan lainnya, fase perkawinan boleh dibilang terasa sangat spesial. Perhatian pihak-pihak yang berkepentingan dengan acara tersebut tentu akan banyak tertuju kepadanya, mulai dan dari memikirkan proses akan pernikahan, persiapannya, upacara pada hari perkawinan, hingga setelah upacara selesai digelar. Yang ikut memikirkan tidak saja calon pengantinnya saja, baik laki-laki maupun perempuan, tetapi yang paling utama juga termasuk orang tua dan keluarganya karena perkawinan mau tidak mau pasti melibatkan mereka sebagai orang tua-tua yang dihormati.
Adat perkawinan pada budaya Melayu terkesan rumit karena banyak tahapan yang harus dilewati. Kerumitan tersebut muncul karena perkawinan dalam pandangan Melayu harus mendapat restu dari kedua orang tua serta harus mendapat pengakuan resmi dari tetangga maupun masyarakat. Pada dasarnya Islam juga amengajarkan hal yang sama. Meski tidak masuk dalam rukun perkawinan Islam, upacara-upacara yang berhubungan dengan aspek sosial-kemasyarakatan menjadi penting karena didalamnya juga terkandung makan bagaimana mewartakan berita perkawinan tersebut kepada masyarakat secara umum. Dalam adat perkawinan Melayu, rangkaian upacara perkawinan dilakukan secara rinci dan tersusun rapi, yang keseluruhannya wajib dilaksanakan oleh pasangan pengantin beserta keluarganya. Hanya saja, memang ada sejumlah tradisi atau upacara yang dipraktekkan secara berbeda-beda disejumlah daerah dala wilayah geo-budaya Melayu.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana proses perkenalan dalam adat perkawinan Melayu Jambi?
2.      Apa yang dimaksud dengan duduk batanyo?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui proses masa perkenalan dalam adat Melayu Jambi.
2.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud duduk batanyo dalam adat Melayu Jambi.






BAB 2
Pembahasan
Pernikahan
Upacara pernikahan merupakan peristiwa yang sangat penting bagi seorang anak manusia. Upacara yang suci ini akan menentukan masa depan suatu keluarga baru dalam pergaulan antar warga dan lingkungan atas kehadiran keluarga baru ini. Untuk itu perlu diawali dengan kahati-hatian dan perhatian yang penuh dari orang tua agar pergaulan putra putrinya yang sudah akil baligh dan sudah siap untuk menjelang hidup berumah tangga. Pergaulan muda-mudi yang sudah siap berumah tangga ini tetap dalam tatanan adat istiadat yang berlaku.
     1.      Masa Perkenalan
Suatu pernikahan diawali oleh perkenalan ataupun pergaulan muda-mudi yang waktu dan tempatnya bermacam-macam seperti pada waktu berselang, nebas nugal, nandur, merumput, berselang nuai ngirik numbuk padi gotong-royong, pada waktu acara perhelatan, perayaan tujuh belas Agustus, Mulid Nabi dan sebagainya. Arena pergaulan bujang gadis. Masa ini disebut juga masa berusik sirih begurau pinang.
Dalam buku Adat Istiadat Daerah Jambi Depdikbud tahun 1985 Halaman 162 disebutkan dalam arena pergaulan muda mudi atau dalam istilah lokal disebut pergaulan bujang gadis, dikenal berbagai ragam dan bentuk nama Yang diciptakan orang untuk menunjuk identitas arena pergaulan itu. Diantaranya disebutkan, numpang berangat di Sungai Tenang, pergi bertandang di Muara Talang, bedak bekelam di Dusun Tuo Tebo Ulu nyuluk dan lain sebagainya.
Agar pergaulan mereka masih berada dalam batas-batas pergaulan yang sesuai dengan adat istiadat maka para orang tua perlu meningkatkan beberapa ketentuan sebagai berikut:
Ø  Dalam rangka semata-mata mencari jodoh yang sekupu, sesuai serasi selaras dan seimbang, maka putra putri yang telah masuk maso bujang dan maso gadis, dibolehkan saling bertemu untuk berusik sirih begurau pinang.
Ø  Pertemuan antara bujang dan gadis berlengsung tidak berulang-ulang, tidak hanya berdua-duaan, tidak dalam waktu yang terlalu lama tidak bernuansa kencan, tidak menjurus kepada pergaulan bebas, tidak menimbulkan kesan seperti suami istri.
Ø  Jadi pertemuan itu hanya sebatas sampai pada kesimpulan bahwa sang calon memang sudah jodoh masing-masing, tidak merasa dipaksa kawin, tidak merasa membeli kucing didalam karung, untuk selanjutnya kalau sudah setuju hasrat yang terkandung di dalam hati tersebut disampaikan kepada orang tua untuk ditindak lajuti.
Ø  Akan tetapi apabila semua pihak baik bujang dan gadis, maupun kedua belah pihak keluarga saling bersepakat maka perkawinan dapat saja dilangsungkan, walaupun belum berkenalan dan mengadakan pertemuan terlebih dahulu.
Ø  Laki-laki maupun perempuan yang sedang berumah tangga tidak dibenarkan untuk mengadakan pertemuan seperti diatas.
Ø  Apabila orang tua melihat anaknya telah berkeinginan untuk melanjutkan hubungan muda mudinya ke jenjang yang lebih serius, maka oleh orang tua, terutama orang tua laki-laki yang akan meminangkan anaknya, terlebih dahulu dijelaskan beberapa prinsip perkawinan yang perlu dipahami oleh si anak dengan memberikan alasan bahwa: perkawinan itu adalah merupakan ikatan lahir batin yang sakral (suci), yang kokoh mengikat kedua belah pihak suami istri dalam kehidupan berumah-tangga yang bahagia, berlangsung kekal samo di dunia, abadi samo diakhirat.
Ø  Perkawinan itu harus dilakukan dengan bersendikan syarak supaya sah menurut agama dan jangan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, artinyo dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung.
Ø  Perkawinan boleh dilakukan dalam satu suku atau dengan suku lain, maksudnya supaya beruleh panjang berkampuh lebar, sehingga semakin banyak tidak dilarang perkawinan sepupu, baik sepupu karena ayah dengan ayah bersaudara, ibu sama ibu bersaudara, maupun dengan anak saudara perempuan ayah dan anak saudara laki-laki ibu, artinya adat bersendi syarak padi balik keladang, emas balik ke puro.
Ø  Perkawinan bukanlah semata-mata persoalan pribadi antara calon pengantin, melainkan melibatkan tanggung jawab orang tua, nenek-mamak dan tuo tengganai bahkan pada hakikatnya merupakan hutang bagi orang tua yaitu ayah untuk mengantarkan anaknyo berumah tanggo, terutamo anak betino.
Ø  Bila terjadi lamaran ditolak, atau tidak mendapat restu dari salah satu pihak orang tua, boleh kawin lari dengan syarat:
a.       Bujang gadis tersebut larinya kerumah Hakim Agama atau Ketua Lembaga Adat.
b.      Orang tua/wali bersedia menikahkan atau membayar denda, Hakim/Ketua Lembaga Adat bersedia menampung bujang gadis tersebut.
c.       Umur bujang gadis tersebut sudah mencapai usia akil baligh yaituu gadis telah terkena haid/menstruasi lebih kurang berusia 15 tahun, bujang telah mampu bekerja sebagaimana umumnya orang Desa mencari nafkahnya.
     2.      Duduk Betanyo
Untuk melakukan pendekatan lebih lanjut hubungan muda-mudi kejenajng yang lebih serius yaitu pernikahan, maka dari pihak laki-laki mengutus keluarga untuk menanyakan kepada pihak perempuan, mengenai keadaan apakah yang perempuan sudah ada yang punya atau belum dan sebagainya yang dinamakan duduk tegak betuik dan sirih tanyo pinang tanyo. Apabila telah terdapat kesepakatan, maka didudukkan atau diletakkan tando sesuai dengan eco pakai setempat, atau juga bertimbang tando.
Adapun urutan-urutan melakukan duduk betanyo adalah:
Ø  Dengan mengirim utusan atau menti kepada pihak gadis, menanyakan apakah si gadis sudah kundang orang (tunangan orang) atau belum, sambil menjelaskan kepada pihak orang tua si gadis bahwa antara si bujang dan si gadis hatinya sudah terpaut satu sama lain pada waktu menyampaikan penjelasan dan menanyakan segala sesuatunya mengenai si gadis, utusan atau menti sebaiknya menggunakan bahsa adat. Kalau sudah ada kesesuaian maka utusan atau menti pada akhirnya menyerahkan bungo nan berangkai, buah nan betampuk berupa lepak sirih kepada pihak orang tua si gadis.
Ø  Bila jawaban yang diterima dari keluarga si gadis, ternyata sudah di nodai orang atau menjadi tunangan orang lain, maka pinangan itu harus dihentikan tidak boleh ditindaklanjuti dengan melamar, tidak dibenarkan melamar gadis yang sudah dilamar dan sedang menjadi tunangan orang karena resikonya berarti bermain diujung pisau. Kalau gadis belum ada yang meletakkan tando atau melamarnya, maka pihak si bujang boleh menindak lanjuti duduk betanyo dengan mengirim utusan resmi yaitu nenek-mamaknya kepada pihak si gadis dengan membawa sirih tanyo pinang tanyo sebagai tanda pengikat berupa:
ü  Pakaian perempuan sepelulusan
ü  Sirih pinang senampan
ü  Cincin emas belah rotan
Penyerahan sirih tanyo pinang tanyo kepada keluarga pihak si gadis adalah merupakan pertanda bahwa si bujang resmi melamar si gadis, dan akan menyemendo kepada keluarga si gadis.
Ø  Orang tua pihak si gadis tidak dapat serta merta menerima ataupun menolak lamaran tersebut, karena walaupun sebagai orang tua merekalah yang akan mengurus dan membesarkan si gadis atau pribahasanya mengelurarkan si gadis, mengurung sore. Akan tetapi perlu bagi orang tua si gadis memusyawarakannya terlebih dahulu kepada sanak-saudara, sanak-meman si gadis, suku serta nenek mamak dan tengganai dalam keluarga.
Ø  Bila sudah duduk bertunangan, maka akan berlakulah ikat buat janji yaitu apabila pihak laki-laki mungkir janji dan memutuskan pertunangan secara sepihak, maka sirih tanyi pinang tanyo dinyatakan hilang atau disebut emas telucir pulang mandi. Apabila si gadis yang memutuskan pertunangan secara sepihak maka sirih tanyo pinang tanyo dikembalikan dua kali lipat atau disebut so balik duo.
Ø  Tindak lanjut dari tunangan, maka bebek-mamak kedua belah pihak akan mengadakan pertemuan berikutnya untuk membicarakan dan menentukan:
ü  Tingkat adat yang akan diisi dan lembago yang akan datang
ü  Hari mengisi adat menuang lembago
ü  Hari pelaksanaan akad nikah atau ijab kabul
ü  Menentukan mas kawin/mahar, sesuai permintaan calon pengantin
ü  Hari ulur antar serah terima penganten atau hari labuh lek atau disebut juga hari peresmian pernikahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar