KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah
yang berjudul "Adat Perkawinan
Melayu Jambi".
Makalah ini disusun
dengan tujuan sebagai salah satu tugas pembelajaran mata kuliah Pancasila dan
sebagai pelengkap materi yang ada di SAP.
Adapun sumber dari
makalah ini, kami dapat dari buku dan internet. Dalam pembuatan makalah ini
masih jauh dari sempurna, untuk itu kami mohon kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca.
Dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini terutama kepada dosen pengampu.
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Perkawinan
merupakan fase kehidupan manusia yang sangat penting dan sakral. Dibandingkan
dengan fase kehidupan lainnya, fase perkawinan boleh dibilang terasa sangat
spesial. Perhatian pihak-pihak yang berkepentingan dengan acara tersebut tentu
akan banyak tertuju kepadanya, mulai dan dari memikirkan proses akan
pernikahan, persiapannya, upacara pada hari perkawinan, hingga setelah upacara
selesai digelar. Yang ikut memikirkan tidak saja calon pengantinnya saja, baik
laki-laki maupun perempuan, tetapi yang paling utama juga termasuk orang tua
dan keluarganya karena perkawinan mau tidak mau pasti melibatkan mereka sebagai
orang tua-tua yang dihormati.
Adat
perkawinan pada budaya Melayu terkesan rumit karena banyak tahapan yang harus
dilewati. Kerumitan tersebut muncul karena perkawinan dalam pandangan Melayu
harus mendapat restu dari kedua orang tua serta harus mendapat pengakuan resmi
dari tetangga maupun masyarakat. Pada dasarnya Islam juga amengajarkan hal yang
sama. Meski tidak masuk dalam rukun perkawinan Islam, upacara-upacara yang
berhubungan dengan aspek sosial-kemasyarakatan menjadi penting karena
didalamnya juga terkandung makan bagaimana mewartakan berita perkawinan tersebut
kepada masyarakat secara umum. Dalam adat perkawinan Melayu, rangkaian upacara
perkawinan dilakukan secara rinci dan tersusun rapi, yang keseluruhannya wajib
dilaksanakan oleh pasangan pengantin beserta keluarganya. Hanya saja, memang
ada sejumlah tradisi atau upacara yang dipraktekkan secara berbeda-beda
disejumlah daerah dala wilayah geo-budaya Melayu.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana proses
perkenalan dalam adat perkawinan Melayu Jambi?
2.
Apa yang
dimaksud dengan duduk batanyo?
1.3
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
proses masa perkenalan dalam adat Melayu Jambi.
2.
Untuk mengetahui
apa yang dimaksud duduk batanyo dalam adat Melayu Jambi.
BAB 2
Pembahasan
Pernikahan
Upacara pernikahan merupakan peristiwa yang sangat
penting bagi seorang anak manusia. Upacara yang suci ini akan menentukan masa
depan suatu keluarga baru dalam pergaulan antar warga dan lingkungan atas
kehadiran keluarga baru ini. Untuk itu perlu diawali dengan kahati-hatian dan
perhatian yang penuh dari orang tua agar pergaulan putra putrinya yang sudah
akil baligh dan sudah siap untuk menjelang hidup berumah tangga. Pergaulan
muda-mudi yang sudah siap berumah tangga ini tetap dalam tatanan adat istiadat
yang berlaku.
1.
Masa Perkenalan
Suatu
pernikahan diawali oleh perkenalan ataupun pergaulan muda-mudi yang waktu dan
tempatnya bermacam-macam seperti pada waktu berselang, nebas nugal, nandur,
merumput, berselang nuai ngirik numbuk padi gotong-royong, pada waktu acara
perhelatan, perayaan tujuh belas Agustus, Mulid Nabi dan sebagainya. Arena
pergaulan bujang gadis. Masa ini disebut juga masa berusik sirih begurau
pinang.
Dalam
buku Adat Istiadat Daerah Jambi Depdikbud tahun 1985 Halaman 162 disebutkan
dalam arena pergaulan muda mudi atau dalam istilah lokal disebut pergaulan
bujang gadis, dikenal berbagai ragam dan bentuk nama Yang diciptakan orang
untuk menunjuk identitas arena pergaulan itu. Diantaranya disebutkan, numpang
berangat di Sungai Tenang, pergi bertandang di Muara Talang, bedak bekelam di
Dusun Tuo Tebo Ulu nyuluk dan lain sebagainya.
Agar
pergaulan mereka masih berada dalam batas-batas pergaulan yang sesuai dengan
adat istiadat maka para orang tua perlu meningkatkan beberapa ketentuan sebagai
berikut:
Ø Dalam rangka semata-mata mencari jodoh yang sekupu,
sesuai serasi selaras dan seimbang, maka putra putri yang telah masuk maso
bujang dan maso gadis, dibolehkan saling bertemu untuk berusik sirih begurau pinang.
Ø Pertemuan antara bujang dan gadis berlengsung tidak
berulang-ulang, tidak hanya berdua-duaan, tidak dalam waktu yang terlalu lama
tidak bernuansa kencan, tidak menjurus kepada pergaulan bebas, tidak
menimbulkan kesan seperti suami istri.
Ø Jadi pertemuan itu hanya sebatas sampai pada
kesimpulan bahwa sang calon memang sudah jodoh masing-masing, tidak merasa
dipaksa kawin, tidak merasa membeli kucing didalam karung, untuk selanjutnya
kalau sudah setuju hasrat yang terkandung di dalam hati tersebut disampaikan
kepada orang tua untuk ditindak lajuti.
Ø Akan tetapi apabila semua pihak baik bujang dan
gadis, maupun kedua belah pihak keluarga saling bersepakat maka perkawinan
dapat saja dilangsungkan, walaupun belum berkenalan dan mengadakan pertemuan
terlebih dahulu.
Ø Laki-laki maupun perempuan yang sedang berumah
tangga tidak dibenarkan untuk mengadakan pertemuan seperti diatas.
Ø Apabila orang tua melihat anaknya telah berkeinginan
untuk melanjutkan hubungan muda mudinya ke jenjang yang lebih serius, maka oleh
orang tua, terutama orang tua laki-laki yang akan meminangkan anaknya, terlebih
dahulu dijelaskan beberapa prinsip perkawinan yang perlu dipahami oleh si anak
dengan memberikan alasan bahwa: perkawinan itu adalah merupakan ikatan lahir
batin yang sakral (suci), yang kokoh mengikat kedua belah pihak suami istri
dalam kehidupan berumah-tangga yang bahagia, berlangsung kekal samo di dunia,
abadi samo diakhirat.
Ø Perkawinan itu harus dilakukan dengan bersendikan
syarak supaya sah menurut agama dan jangan bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, artinyo dimana bumi dipijak disitu langit
dijunjung.
Ø Perkawinan boleh dilakukan dalam satu suku atau
dengan suku lain, maksudnya supaya beruleh
panjang berkampuh lebar, sehingga semakin banyak tidak dilarang perkawinan
sepupu, baik sepupu karena ayah dengan ayah bersaudara, ibu sama ibu
bersaudara, maupun dengan anak saudara perempuan ayah dan anak saudara
laki-laki ibu, artinya adat bersendi
syarak padi balik keladang, emas balik ke puro.
Ø Perkawinan bukanlah semata-mata persoalan pribadi
antara calon pengantin, melainkan melibatkan tanggung jawab orang tua,
nenek-mamak dan tuo tengganai bahkan pada hakikatnya merupakan hutang bagi
orang tua yaitu ayah untuk mengantarkan
anaknyo berumah tanggo, terutamo anak betino.
Ø Bila terjadi lamaran ditolak, atau tidak mendapat
restu dari salah satu pihak orang tua, boleh kawin lari dengan syarat:
a.
Bujang gadis
tersebut larinya kerumah Hakim Agama atau Ketua Lembaga Adat.
b.
Orang tua/wali
bersedia menikahkan atau membayar denda, Hakim/Ketua Lembaga Adat bersedia
menampung bujang gadis tersebut.
c.
Umur bujang
gadis tersebut sudah mencapai usia akil baligh yaituu gadis telah terkena
haid/menstruasi lebih kurang berusia 15 tahun, bujang telah mampu bekerja
sebagaimana umumnya orang Desa mencari nafkahnya.
2.
Duduk Betanyo
Untuk
melakukan pendekatan lebih lanjut hubungan muda-mudi kejenajng yang lebih
serius yaitu pernikahan, maka dari pihak laki-laki mengutus keluarga untuk
menanyakan kepada pihak perempuan, mengenai keadaan apakah yang perempuan sudah
ada yang punya atau belum dan sebagainya yang dinamakan duduk tegak betuik dan sirih
tanyo pinang tanyo. Apabila telah terdapat kesepakatan, maka didudukkan
atau diletakkan tando sesuai dengan eco pakai setempat, atau juga bertimbang tando.
Adapun
urutan-urutan melakukan duduk betanyo adalah:
Ø Dengan mengirim utusan atau menti kepada pihak
gadis, menanyakan apakah si gadis sudah kundang orang (tunangan orang) atau
belum, sambil menjelaskan kepada pihak orang tua si gadis bahwa antara si
bujang dan si gadis hatinya sudah terpaut satu sama lain pada waktu
menyampaikan penjelasan dan menanyakan segala sesuatunya mengenai si gadis,
utusan atau menti sebaiknya menggunakan bahsa adat. Kalau sudah ada kesesuaian
maka utusan atau menti pada akhirnya menyerahkan bungo nan berangkai, buah nan betampuk berupa lepak sirih kepada pihak orang tua si gadis.
Ø Bila jawaban yang diterima dari keluarga si gadis,
ternyata sudah di nodai orang atau menjadi tunangan orang lain, maka pinangan
itu harus dihentikan tidak boleh ditindaklanjuti dengan melamar, tidak
dibenarkan melamar gadis yang sudah dilamar dan sedang menjadi tunangan orang
karena resikonya berarti bermain diujung
pisau. Kalau gadis belum ada yang meletakkan tando atau melamarnya, maka
pihak si bujang boleh menindak lanjuti duduk betanyo dengan mengirim utusan
resmi yaitu nenek-mamaknya kepada pihak si gadis dengan membawa sirih tanyo pinang
tanyo sebagai tanda pengikat berupa:
ü Pakaian perempuan sepelulusan
ü Sirih pinang senampan
ü Cincin emas belah rotan
Penyerahan sirih tanyo pinang tanyo kepada keluarga pihak si gadis adalah
merupakan pertanda bahwa si bujang resmi melamar si gadis, dan akan menyemendo
kepada keluarga si gadis.
Ø Orang tua pihak si gadis tidak dapat serta merta
menerima ataupun menolak lamaran tersebut, karena walaupun sebagai orang tua
merekalah yang akan mengurus dan membesarkan si gadis atau pribahasanya
mengelurarkan si gadis, mengurung sore. Akan tetapi perlu bagi orang tua si
gadis memusyawarakannya terlebih dahulu kepada sanak-saudara, sanak-meman si
gadis, suku serta nenek mamak dan tengganai dalam keluarga.
Ø Bila sudah duduk bertunangan, maka akan berlakulah
ikat buat janji yaitu apabila pihak laki-laki mungkir janji dan memutuskan
pertunangan secara sepihak, maka sirih tanyi pinang tanyo dinyatakan hilang
atau disebut emas telucir pulang mandi. Apabila si gadis yang memutuskan
pertunangan secara sepihak maka sirih tanyo pinang tanyo dikembalikan dua kali
lipat atau disebut so balik duo.
Ø Tindak lanjut dari tunangan, maka bebek-mamak kedua
belah pihak akan mengadakan pertemuan berikutnya untuk membicarakan dan
menentukan:
ü Tingkat adat yang akan diisi dan lembago yang akan
datang
ü Hari mengisi adat menuang lembago
ü Hari pelaksanaan akad nikah atau ijab kabul
ü Menentukan mas kawin/mahar, sesuai permintaan calon
pengantin
ü Hari ulur antar serah terima penganten atau hari
labuh lek atau disebut juga hari peresmian pernikahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar