Ceritaku
Kaki kecil itu
berlari-lari tanpa lelah. Hela napasnya berat. Berhenti di depan toko baju yang
terletak di ujung jalan. Bola mata kecilnya menatap lekat ke satu gaun berwarna
pink dari kaca etalase toko.
“bu bu, nanti
kalo aya udah punya uang. Aya boleh ya bu beli baju itu.” Tunjuk jari mungilnya
pada kaca etalase toko.
Ibunya hanya
tersenyum. “iya, nanti kalo ibu udah ada uang. Aya ibu beliin baju itu.”
Suaranya agak serak.
Tubuh mungil
gadis kecil itu di rangkul tangan ibunya dan pergi meninggalkan toko baju itu.
Pemilik toko hanya melirik tak memperdulikan. Dalam hatinya mungkin berkata dasar pengemis.
Kenangan 10
tahun lalu, masih terngiang di kepala Cahaya. Matanya berkaca-kaca memandangi
foto yang ada di tangannya. Dulu saat umurnya baru 6 tahun. Ia ingin di belikan
baju baru oleh ibunya. Tapi, hal itu sangat sulit untuk ibunya. Ia dan ibunya
hanyalah seorang pengemis jalanan. Hingga pada suatu saat, ada seorang dermawan
yang menolong ia dan ibunya. Menjadikan kehidupan mereka seperti sekarang ini.
Lebih baik dari 10 tahun lalu. Segala kebutuhan mereka sekarang terpenuhi dan
serba berkecukupan. Seseorang itu memberi tempat berteduh yang lebih layak,
serta memberikan modal kepada ibunya untuk membuka usaha kecil-kecilan. Karna
hal itulah, keadaan hidup keluarga Cahaya berubah. Sekarang ia memiliki toko
kue yang cukup besar dan terkenal di daerahnya. Semua berkat usaha keras ibu
dan Cahaya yang menjadikan toko kue itu maju pesat. Sekarang Cahaya tinggal
bersama mbak Tatik. Pegawai pertama ibunya yang juga ikut membantu
berkembangnya toko kue itu. Ibu Cahaya sudah meninggal 2 tahun yang lalu.
Terserang penyakit kanker paru-paru yang ia sembunyikan dari Cahaya. 1 minggu
lagi peringatan 3 tahun meniggalnya ibu Cahaya.
“mbak aya nangis
ya ?” tegur mbak Tatik prihatin.
“ahh nggal mbak.
Tadi mata aya kelilipan.” Jawab aya menyangkal, mengusap-ngusap kedua matanya
yang berair.
“ah sudahlah
mbak aya jangan nangis lagi. Mbak tatik tau kok kalo mbak aya lagi nangis.”
“mbak tatik sok
tau nih. Beneran deh, aya nggak bohong.”
“sudahlah mbak
aya. Ibu pasti udah tenang di sana. Kalo mbak aya nangis, ibu nanti juga nangis
di sana. Seminggu lagi peringatan 3 tahun ibu kan ? kita buat acara seperti
biasanya aja ya mbak, biar ibu senang di sana.” Ingat mbak tatik pada Cahaya.
“oh iya mbak,
aya hampir lupa. Iya mabak, kita adain acara kayak biasanya aja. Semua mbak
tatik ya yang handle. Aya lagi banyak tugas mbak, nggak apa-apa kan mbak ?”
ucap Cahaya bersemangat.
“iya, beres mbak
aya.” Jawab mbak tatik tak mau kalah bersemangat.
Di sekolah
Cahaya.
Ruang kelas
Cahaya tampak begitu riuh dengan semua aktivitas yang di lakukan para
murid-murid di dalamnya.
“eh aya, kamu
udah ngerjain tugas pak Tono belum ?” Tanya Rika teman sebangku Cahaya.
“ya udahlah Ka.
Emangnya kamu ? tiap hari ngerjain pe-er di sekolah terus.” Jawab Cahaya
menyindir.
“ah kamu ay, tau
aja. Aku liat punya kamu dong. Boleh ya, ya yaya ?” bujuk Rika tak hentinya.
“iya deh, apa
sih yang nggak buat kamu.” Ucap Cahaya bersahabat.
“oh iya ay.
Bentar lagi acara peringatan 3 tahun ibu kamu kan ? aku ikut ya ?”
“iya iya.”
Suasana kelas
yang gaduh tiba-tiba menjadi tenang. Kedatangan pak Tono memecah suasana yang
riuh menjadi tenang seketika. Murid-murid duduk dengan tenang.
“pagi
anak-anak.” Sapa pak Tono sebelum memulai pelajaran pagi itu.
“pagi pak.”
Jawab muri-murid berbarengan.
“anak-anak bapak
mau memperkenalkan siswa baru. Dia murid pindahan dari jakarta. Silahkan masuk
nak.” Ujar pak Tono mempersilahkan murid baru itu masuk kelas.
“pagi semua.
Perkenalkan nama saya Arkan Adrean. Saya murid pindahan dari SMA 1 Pekan Baru
Riau. Salam kenal.” Kata murid baru itu memperkenalkan diri.
“Adrean, kamu
duduk di sana.” Tunjuk pak Tono pada meja kosong di sebelah meja Cahaya.
Murid baru itu
menuruti perintah pak Tono. Dan pelajaran pagi itu dapat di mulai dengan
tenang. Dua jam kemudian, pelajaran telah selesai di tandai dengan bel yang
berbunyi.
“ahh aku pusing
ay. Gila tuh pak Tono, ngapalin rumus senyawa yang begituan. Matana, etana,
propana, butana, pentana, ahhh yang pake tana tana lah. Kayak mantera buat
melet aja.” Gerutu Rika tak henti-hentinya.
Cahaya tak
menghiraukan keluhan Rika. Matanya menyusuri ruang kelas, mencari keberadaan
murid baru yang bernama Adrean itu. “eh Ka. Adrean tadi kemana ya ?” tanya
Cahaya polos.
“ehh aya. Jadi
kamu dari tadi kamu nggak dengerin aku ya ? rupanya kamu lagi tertarik sama
murid baru itu ya ?” ledek Rika tertawa.
“ihh kamu deh ya
udah ah. Jam pelajaran bu Mega, aku izin ya. Aku nggak enak badan, mau di UKS
aja.” Lanjut Cahaya ketus dan berlalu pergi.
Sesampainya di
depan ruang UKS, Cahaya menggerutu kesal. Karna ruang UKS di tutup saat jam
pelajaran. Kepalanya tertunduk lemas. Langkah kakinya menuntun ia berjalan
menuju kantin sekolah.
“maafin aku ibu.
Aku udah nakal sekarang. Bolos jam pelajaran dan sekarang malah enak-enakan
makan di kantin. Maafin aku ibu…” ucap Cahaya lirih menyantap makanan di
hadapannya.
Aya,
bu Mega sekarang lagi patroli. Cari murid yang bolos dari jam pelajaran dia.
Hati-hati kamu, nanti kena tangkep. Bisik Cahaya
dalam hati membaca sms dari Rika. Mata Cahaya tak berkedip. Dengan cepat ia
pergi meninggalkan kantin. Matanya mengawasi setiap jalan di korodor sekolah.
Menccari-cari sosok buk Mega yang tinggi besar. Saat ia mendapati langkah kaki
bu Mega yang berjalan menuju ruang UKS, Cahaya berlari tak tentu arah.
BRUUUKKK… Cahaya terjatuh dan merasakan pantatnya sakit.
“kamu…” ucap
murid baru itu kesal.
“eh kamu, maaf.
Aku nggak sengaja.” Jawab Cahaya menyesal.
Langkah kaki bu
Mega berhenti tepat di mana Cahaya dan cowok itu sekarang berada. Cahaya
tertunduk lemas. Wajah bu Mega merah menyembunyikan kemarahannya.
“kalian berdua,
ikut ibu ke kantor sekarang.” Ujar bu Mega tak bernada.
Akibat kejadian
tersebut Cahaya dan murid baru itu di hukum oleh bu Mega. Karna telah ketahuan
bolos dari jam pelajarannya.
“semua gara-gara
kamu. Sekarang kamu yang bersiin ini. Aku capek.” Ucap murid baru itu
menyalahkan Cahaya.
“eh, ini kan
salah kamu juga. Kenapa kamu bolos dari jam pelajaran bu Mega. Bukan salah aku
dong.” Ujar Cahaya tak mau di salahkan.
“eh kamu ya..
aku tuh dari perpus. Terus di tabrak sama kamu. Bu Mega kira, aku nemenin kamu
bolos. Jadi aku juga kena hukum. Ini semua karna kamu ay.” Tambahnya kesal.
“oh.. ya. Aku
yang salah ? ini salah kamu lagi. Suruh siapa kamu jalan nggak pake mata. Jalan
sambil baca buku lagi.” Balas Cahaya ketus.
“heh kamu ya,
jadi cewek yang lembut dikit ngapa ? kasar banget ngomongnya.” Cela Adrean
Bu Mega datang.
Mengawasi pekerjaan yang Cahaya dan Arkan. “lanjutkan pekerjaan kalian. Jangan
bertengkar !” Ucap bu Mega lantang.
Mereka berdua
hanya terpaku, menudukkan kepala kebawah. Dan kembali melanjtukan pekerjaan
nereka membersihkan wc. Dengan memasang bendera perang di kedua belah pihak.
Hari berikutnya
di sekolah. Jam pelajaran olahraga di mulai. Semua murid di kelas Cahaya
beerkumpul di lapangan basket.
“eh ay. Kamu
kenapa sih sama Adrean ? perasaan 3 hari belakangan ini aku perhatiin kamu sama
dia aneh banget. Kayak lagi marahan gitu ?” tanya Rika heran.
“nggak
kenapa-kenapa kok. Cuma dia aja tuh yang nyebelin. Jadi cowok cerewet banget
sih.” Balas Cahaya menyindir Adrean yang berdiri di hadapannya.
Adrean yang
mendengar perkataan Cahaya langsung menghentikan tangannya mendribel bola.
“maksud kamu apa ay ? kamu nggak suka ? itu emang keyataannya kan, kalo kamu
itu cewek kasar nggak punya perasaan.” Cetus Adrean membalas.
“eh.. kamu. Kamu
itu nggak kenal aku. Jadi jangan sembarangan ambil kesimpulan tentang diri aku
!” Cahaya tak mau kalah.
Cahaya dan
Adrean masih saling merendahkan satu sama lain, sedangkan murid yang lain
membuat barisan karna guru olahraga mereka sudah datang. Mereka berdua hanya
terdiam malu saat murid yang lain dan guru olahraga memandangi mereka yang
masih beragumentasi. Sambil menundukkan kepala mereka memasuki barisan dan siap
melakukan pemanasan. Pelajaran hari ini adalah tentang cara men-shoot bola ke
ring. Satu per satu murid melakukannya secara bergantian, hingga tiba saat
giliran Cahaya. Cahaya men-shoot bola ke ring. Tapi bola tersebut tidak masuk
ke ring dengan sempurna dan memantul ke bibir ring. Cahaya berdiri kaku
memandangi bola yang sebentar lagi akan mengenai kepalanya. BRUUUKKK… tubuh
Cahaya jatuh disertai pantulan bola di lantai yang sebelumya memantul di kepala
Cahaya. Semua siswa berhamburan mendekati Cahaya. Satu dari sekian murid
laki-laki yang menggotong tubuh Cahaya ke UKS adalah Adrean.
“kamu lagi..”
ucap Cahaya lirih bangun dari pingsannya.
“kamu udah sadar
ay. Tadi dia yang bawa kamu ke sini sama anak-anak yang lain. Dia juga ikut
jagain kamu loh ay sama aku dini.” Seru Rika menjelaskan keadaan.
Adrean hanya
duduk diam di samping Rika. Suasana menjadi hening sesaat.
“hemm, maksih ya
Re kamu udah bawa aku ke sini. Maaf juga, aku udah kasar sama kamu.” Seru
Cahaya merasa bersalah.
“hey jangan
ge-er kamu ay. Yang bawa kamu kesini tuh bukan aku aja tapi anak-anak yang lain
juga. Haha..” Ledek Adrean dan kembali diam. “tapi, iya deh aku maafin. Aku
juga minta maaf sama kamu karna udah menilai buruk tentang diri kamu.”
Cahaya hanya
mengangguk pelan. Rika yang ada di antara mereka sekarang hanya seperti obat
nyamuk yang menggangu. “hey, aku nggak di anggap ya ? jahat banget sih.. tapi…
ye aku seneng. Karna kalian udah baikan, jadi nggak akan ada lagi perang dingin
di kelas yang bikin kelas ribut tiap hari. Bisa lega deh sekarang.” Tutur Rika
bersemangat.
“eh ay. Adrean
boleh ya ikut di acara peringatan 3 tahun ibu kamu. Boleh ya ? pasti tambah
rame loh yang ngedoa’in ibu kamu disana. Yayaya” Pinta Rika merayu.
Cahaya hanya
tersenyum tanda setuju. Begitu pula Adrean yang hanya tersenyum malu melihat
kelakuan Rika yang aneh seperti anak kecil yang merengek minta di belikan
mainan oleh ibunya. Dan teman Cahaya bertambah satu lagi yakni Adrean. Tapi
menurut penglihatan Rika, mereka Cahaya dan Adrean bukan hanya menjadi teman
tapi lebih dari itu.
Semua
hal tentang diri kita. Semua hal yang kita alami. Terkadang sulit untuk kita
ceritakan kepada orang lain. Belum tentu orang itu mau mendengarkan cerita
kita. Belum tentu orang itu mau mengerti tentang kita. Jadi, terkadang orang
lebih suka menyimpan rapat-rapat rahasia tentang dirinya. Karna hidup ini harus
menerima, sebuah penerimaan yang indah. Hidup ini harus mengerti, pengertian
yang benar. Hidup ini harus memahami, paham yang tulus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar