Tak
selamanya daun itu kan terus hijau
Tak
selamanya bunga itu kan terus mekar
Tak
selamanya mentari pagi memancarkan sinar hangatnya
Tak
selamanya pula jiwa ini kan terus bersemayam di dalam raga ini
Sekarang
nasi sudah menjadi bubur
Segala
sesuatunya sudah terlambat untuk disesali, sekarang.
Andai, penyesalan itu
tidak pernah ada. Mungkin aku tak kan seperti ini. Selalu dihantui rasa takut.
Takut akan semua hal yang membuatnya bisa pergi dari genggamanku.
Ini kisahku dan kisah
orang-orang yang berada didekatku saat itu. Awalnya aku berpikir ini adalah hal
yang konyol untuk aku ceritakan kepadamu. Tapi, aku sadar kalau manusia itu
tidak bisa hidup sendiri didunia. Dia butuh teman. Dan aku ingin dengan membaca
cerita ini kamu bisa menjadi teman curhatku.
Dan. Cerita itu terjadi
semenjak janji itu diucapkannya padaku. Disini aku duduk termenung, mengenang
kembali jalan cerita itu berawal. Mengingat kembali bagaimana cara seseorang
itu bisa masuk kedalam pelabuhan hati ini. Celah yang mana? Dibagian manakah dia
mengambil garis start itu. Pencuri. Dia yang mencuri hatiku. Bisa-bisanya dia
mengelabuhiku. Otak ini, bisa-bisanya menyimpan memori tentang potret dirinya.
Aku masih termenung. Ya, mungkin jika kamu melihatku sekarang maka kamu akan
menganggapku gila. Tersenyum-senyum sendiri dibawah pohon pinus. Pohon pinus.
Ya aku mulai ingat sekarang. Tepat disini, dibawah pohon pinus ini dia
mengucapkan janji itu padaku. Pohon pinus yang berada di hutan dekat rumahku.
Hutan yang sangat terawat dan menjadi tempat rekreasi sekaligus tempat yang
bersejarah bagiku. Semua hal yang membuat aku bahagia tercipta disini, bersama
dia. Dari mana aku harus memulai cerita ini. Begitu banyak hal yang ingin aku
ceritakan padamu.
Dari sini aku akan
memulainya. Saat dia mengucapkan janji itu padaku.
Tubuh ini tiba-tiba
menjadi kaku, seperti patung manekine. Tangan ini terasa dingin. Jantung ini
pun tak kalah hebatnya berdetak. Saat itu, jika aku bisa ingin aku hentikan
waktu disaat itu. Tapi aku tak sanggup. Sorot matanya yang tajam, membius ku
untuk tetap diam tak berkutik saat dia berkata-kata. Darah ini semakin mengalir
deras saat dia mengambil tangan ini dan menggenggamnya erat. Seakan tak ingin
kehilangan pemilik tangan itu. Dari matanya, aku dapat melihat sinar kejujuran
itu. Tulus dari dalam hatinya. Walau aku tahu itu tak mudah ia katakan padaku,
karna aku dapat merasakan tubuhnya bergetar saat itu.
“Evol, aku tahu mungkin
ini adalah suatu pernyataan ku yang paling konyol yang pernah aku ucapin ke
kamu. Tapi, asal kamu tahu ev ini adalah perasaanku yang udah lama aku pendam.
Dan sekarang aku udah nggak sanggup lagi untuk mendam perasaan ini lebih lama
lagi. Aku Cuma ingin kamu tahu kalau AKU-SAYANG-KAMU.”
Seketika jantung ini
berhenti derdetak mendengar pernyataan itu. Saat itu, andai aku bisa
menghentikan waktu tepat disaat dia mengutarakan kata-kata itu. Pasti semua
kejadaian yang terjadi saat ini takkan pernah terjadi.
“Ya. Aku tahu ini hal
yang sangat mustahil untuk aku ucapin ke kamu. Tapi, kali ini aku serius ev.
Ini yang aku rasain, dan perasaan ini yang aku umpetin dari kamu selama ini.
Ev, kamu mau nggak jadi seorang yang mengisi ruang kosong di dalam hati aku??”
Lagi, darah ini makin
mengalir deras. Bibir ini terasa kaku untuk menjawab pertanyaan itu.
Seakan-akan Tuhan tak mengizinkan aku untuk langsung menjawab pertanyaan dari
makhluk yang disebut adam yang telah Ia ciptakan itu dan yang sekarang berlutut
dihadapanku. Menggenggam tanganku lebih erat lagi. Dan saat itupun, aku hanya
bisa terdiam kaku duduk di ayunan yang menggantung di pohon pinus ini. Ayunan?
Sekarang ayunan itu sudah tak ada lagi. Cuma menjadi saksi bisu kisahku bersama
dirinya.
Aku masih diam tak
bersuara. Sekarang yang terdengar hanya suaranya. Dia yang selalu berbicara,
dia yang punya banyak cara untuk membuatku diam. Dan dia pula yang membuatku
sekarang seperti ini. Diam tak bersuara.
“Ev, aku mau kamu
sekarang dengerin kata-kata aku. Aku mau buat janji sama kamu. Aku janji, rasa
sayang aku ke kamu itu tulus tanpa pamrih. Aku bahagia jika kamu bahagia,
walaupun itu bukan karna aku. Aku bakal ngerasa sedih kalo kamu sedih, dan saat
itu akan ada di sampingmu. Ngehapus air mata kamu, ev. Aku janji, Cuma kamu
satu-satunya wanita yang aku sayang setelah mama aku. Aku janji, aku bakal buat
kamu bahagia. Aku tahu ini mungkin terlalu konyol bagi kamu. Tapi satu hal yang
harus kamu tahu sekarang ev, ini semua tulus keluar dari dalam hati aku.
Perasaan yang selama ini aku pendam ev, perasaan yang aku rasain sendiri. Dan
sekarang aku ungkapin ke kamu, karna aku mau tahu perasaan kamu ke aku
gimana??”
Janji itu yang dikatakannya
padaku. Janji itu yang sampai sekarang masih terngiang di telingaku. Janji itu,
adalah janji pertama yang aku dengar langsung dari mulut seseorang yang tulus
sayang sama aku. Janji itu pula yang membuat aku sekarang seperti ini.
Penyesalan aku karna memegang janji itu terlalu erat. Terlalu mengkhawatirkan
sesuatu yang belum tentu pantas untuk dikhawatirkan. Tapi entah mengapa aku
bahagia dengan semua itu.
Saat itu, dengan sekuat
usahaku dengan izin Tuhan. Aku mencoba melepaskan diriku dari mantra yang dia
hembuskan padaku. Sekuat tenagaku, ku keluarkan sepatah demi sepatah
kata-kataku yang sudah aku rangkai walaupun pada akhirnya semua kata-kata itu
hilang begitu saja.
“Fathur. Aku nggak tahu
harus bilang apa ke kamu, aku bingung. Ya, kamu benar ini memang terlalu cepat
untukku. Tapi sejujurnya ini juga yang aku rasakan selama ini. Sama sepertimu.
Tapi....”
“Tapi apa ev? Jawab.”
Kata-kataku
menggantung. Aku tak tahu harus menjawab apa atas semua pertanyaannya saat itu.
Semuanya begitu indah, hingga aku tak tahu harus bagaimana dan darimana aku
mulai semua itu. Tatap matanya begitu tajam. Mentapku dalam hingga menusuk
sampai relung hati ini. Dia begitu sempurna untukku.
Janji yang
diucapkannya. Aku takut dengan janji itu. Takut jika suatu saat nanti ia tak
dapat memenuhi janji-janji yang diucapkannya tadi padaku. Dan aku? Aku hanya
menjadi seseorang yang hidup didalam mimpi indah yang takkan mungkin menjadi
nyata.
“Tapi aku takut, jika
kamu nggak bisa nepatin janji kamu thur. Sedangkan aku? Aku sudah tenggelam
dalam semua janji-janji yang kamu ucapkan tadi. Harapan aku udah terlalu dalam
ada di kamu. Aku takut, jika suatu saat nanti kamu lupa akan semua janji-janji
yang kamu ucapkan tadi. Aku takut kamu pergi dari aku. Ya, aku tahu aku bukan
siapa-siapa. Aku Cuma seorang yang berhasil mencuri hati dan perhatian kamu.”
“Tak akan ev. Janji itu
takkan pernah aku lupa. Cuma kamu dan Cuma kamu satu-satunya yang ada disini.
Di hati aku, saat ini besok dan selamanya Cuma kamu. Aku sayang kamu ev. Janji
itu takkan pernah luntur dan ilang gitu aja, nggak akan ev. Pinky swear.”
Senyum itu. Senyum yang
takkan pernah hilang dari ingatan aku. Saat itu, dia dan aku mengikrarkan janji
yang diucapkannya itu. Aku pun sejujurnya tak tahu apakah semua janji itu akan
terwujud menjadi nyata atau tidak. Yang aku rasakan sekarang, aku bahagia
berada didekatnya. Aku sayang dia, sekarang besok dan selamanya.
Aku masih mengingat
jelas semua kejadian itu, saat itu. Demi membuktikan janjinya padaku, pada
salah satu pohon pinus ditaman ini ia mengukir namaku dan dirinya. Menjadikan
pohon itu saksi bisu atas ikrar janjinya padaku. Ya, pohon ini. Pohon yang
sekarang ada aku duduk bersender dibawahnya. Masih ada. Ukiran nama itu masih
ada. Walaupun sudah tertutup lumut, tapi ukirannya masih bisa terbaca.
Sekarang aku sudah
ingat semua cerita tentang aku dan dirinya berawal. Walaupun sampai sekarang
aku tak tahu bagaimana bisa semua hal itu terjadi. Begitu saja, tanpa ada
sesuatu yang menghambatnya untuk
melakukan itu. Tapi aku bahagia. Ya, aku bahagia dengan semua itu. Semua
hal yang ia lakukan saat itu bersamaku.
Masih. Saat ini aku
masih duduk bersender dibawah pohon pinus itu. Entah apa yang aku lakukan
disini. Apakah hanya untuk sekedar mengingat kembali cerita itu atau ada
sesuatu hal lain yang membuat aku untuk berada disini???
Cerita itu masih
berlanjut. Setelah ia mengukir nama itu, satu hal lagi yang tak akan pernah aku
lupakan. Sesuatu hal yang mungkin membuat aku semakin mempercayai
janji-janjinya.
“Ev, aku punya botol
dan kertas ini. Coba kamu baca.”
Botol? Kertas? Ya, itu
yang diberikannya padaku. Seksama aku membaca tulisan yang ada dikertas itu.
Tulisan yang indah dan rapi. Tulisan yang aku tahu siapa pemiliknya. Fathur,
dia seseorang yang sekarang berada disampingku. Seseorang yang membuat janji
padaku.
Dear
pinus tree,
Pinus, I wanna say that I'm falling in love right now. Who? She is reading letter now. I love her very much. I miss her very much. I need her very much. No other. Only one
in my heart. And she is in my heart. I promise, i will be there with all of her momment that happened in her life. My the one and only.
Evol,
ini aku Fathur. Seseorang yang sangat menginginkan kamu untuk menjadi satu-satunya orang yang paling
bahagia berada disamping aku. Seseorang yang mengharapkan kamu untuk menjadi
satu-satunya orang untuk tempatku berbagi semua keluh kesah ku, sedihku,
tangisku, bahagiaku. Seseorang yang ingin menjadikan kamu satu-satunya orang
yang paling sempurna saat disampingku. Aku bahagia jika kamu bahagia, walaupun
itu bukan karna aku. Karna aku, menyayangimu dan aku mencintaimu bukan karna
nafsuku. Tapi karna hatiku. Bukan karna parasmu, tapi karna kelembutan hatimu.
Aku jatuh dikamu. Maukan kamu, menjadi seorang yang memegang janji itu???
Fathur,
ini aku Evol. Seseorang yang ingin menjadi pemilik hatimu. Seseorang yang
menginginkan kamu bahagia berada disampingku. Seseorang yang ingin selalu
membuatmu tersenyum dan bahagia karna aku. Seseorang yang ingin memberikan mu
sandaran saat kamu lelah dan terpuruk dengan keadaan dunia ini. Seseorang yang
ingin menjadikan kamu satu-satunya orang untukku berbagi semua hal yang ku
alami, sedihku dan bahagiaku. Seseorang yang selalu ingin melihatmu tersenyum
bahagia, walaupun bukan karna aku. Karna aku bahagia jika kamu bahagia. Aku
menerima mu bukan karna nafsuku, parasmu, ataupun reword itu. Tapi hati ini
telah memilih mu. Kamu yang telah mencuri hati ini. Fallin in you.
Pinus
tree...
I
hope we can always together, forever. Now until tomorrow.
13
Agustus 2013, Fathur & Evol
Kalimat itu yang aku
tuliskan pada kertas yang diberikannya, paragraf terakhir. Janji-janji itu
begitu manis, sempurna. Hingga aku tak dapat berkata-kata banyak dan lebih dari
itu. Begitu apa adanya, tulus yang aku rasakan saat itu.
Lalu untuk apa kertas
dan botol itu? Aku telah selesai membacanya juga sudah membubuhkan kalimatku
diparagraf terahir. Kembali aku berusaha mengingat kembali kejadian saat itu.
Ya, aku sudah ingat sekarang. Lagi, ia mengembangkan senyumnya padaku. Senyum
yang bisa membiusku untuk diam terpaku terus menatap kearahnya, tanpa tahu
apalagi yang akan dilakukannya padaku.
“Ev. Sekarang kertas
ini aku masukin kedalam botol ini dan aku tutup. Kamu tahu ini untuk apa?”
“Nggak, aku nggak
tahu.”
“Hmm... Ev, aku mau
kejadian ini akan terus tersimpan di memori otak kamu. Aku nggak mau kamu lupa
sedikitpun tentang hal ini. Aku mau ngubur kertas didalam botol ini. Tepat
dibawah pohon ini. Dan ukiran nama kita dipohon ini sebagai tandanya. Aku mau
surat kecil yang udah kita buat ini akan terus ada. Sampai nanti hingga saat
itu tiba, kita berdua akan menggali kembali kenangan saat ini yang terkubur.”
“Saat itu tiba? Kapan
itu?”
“Tujuh tahun lagi. Dan
saat itu aku mau kamu ada disini, masih bersama aku. Dibawah pohon pinus ini,
tanggal yang sama 13 Agustus 2013 dan jam yang sama 16.15.”
Kata-kata itu. Ya,
sekarang aku sudah tahu kenapa aku berada disini. Tujuh tahun sudah berlalu.
Tepat tanggal 13 Agustus dan jam yang sama pula. Aku disini untuk kata-kata
itu, untuk janji yang diucapkannya padaku. Namun, apakan kata-kata itu masih
berlaku sekarang? Apakah dia mengingat kata-kata yang diucapkannya dulu?
Terlalu lama aku menunggu. Oh tidak, aku yang terlalu cepat berada disini. Tapi
aku tak tahu apakah sekarang aku masih bersamanya atau tidak ? karna sejak saat
itu........???
Masih ada sesuatu yang
mengganjal dihati ini. Masih banyak hal yang ingin ku ceritakan padamu. Izinkan
aku untuk mengingat kembali kejadian saat itu. Walaupun aku tahu, mungkin saat
ini kamu udah mulai bosan. Tapi izinkan untuk sekali ini lagi.
Tujuh tahun sudah
berlalu. Beberapa hari semenjak kejadian itu, semuanya berubah 180 derajat.
Semuanya berbeda dari sebelum kejadian itu terjadi. Akupun tak tahu kenapa ini
semua bisa terjadi? Apakah karna dia, atau hanya perasaanku saja yang
menganggap semua ini telah berubah?
Tingkah lakunya padaku
berubah 180 derajat, mengikuti hal-hal lain yang dilakukannya padaku beberapa
hari setelah kejadian itu. Setelah kami membuat janji itu. Kata-katanya begitu
sederhana tapi semuanya begitu bermakna dan berkesan buatku. Setiap hari bahkan
setiap detik menit dan jam hanya dia dia dan dia yang mengisi hari-hari aku.
Hingga membuat rasa sayang itu makin menjadi. Rasa sayang itu makin tak
terkendali lagi, aku begitu menyayanginya sekarang, tak ingin kehilangan satu
detik pun untuk bersamanya. Tapi, rasa sayang itu lambat laun berubah jadi rasa
takut. Rasa takut yang setiap harinya selalu menghantuiku, saat dia berada jauh
dariku walaupun itu hanya berjarak sejengkal tanganku.
Aku juga ingat akan
sesuatu hal saat itu. Saat rasa takut itu makin mencengkramku kuat. Sebut
namanya Nuri. Sahabat karibku sejak kecil yang mengetahui segala hal tentangku,
bisa dibilang dia seperti ibuku. Kata-kata yang membuat rasa takutku makin
menjadi itu datang darinya.
“Ev, bukannya aku mau
ngancurin kebahagiaan kamu sekarang. Tapi kamu harus tahu satu hal ev, jangan
pernah kamu gantungin harapan kamu kesesama manusia. Karna dia Cuma manusia
biasa yang nggak pernah luput dari salah dan khilaf. Aku Cuma mau ngingatin
kamu ev. Kamu baru beberapa bulan ini kenal dan dekat dengan dia, belum lama.
Kamu juga belum kenal dia begitu dalam. Ibarat lapisan bumi, kamu baru mencapai
lapisan luarnya saja.”
Hal yang sama. Semua
kisahku terjadi dibawah pohon pinus ini. Kata-kata yang di ucapkan Nuri saat
itu seketika langsung menusukku sampai relung hatiku paling dalam. Tapi, aku
tak dapat membantah kata-katanya karna semua yang dikatakannya benar.
Semuanya memang konyol,
tapi nasi sudah menjadi bubur. Memang aku baru mengenalnya dan baru beberapa
bulan yang lalu aku menjalin keakraban dengannya. Dan beberapa hari ini aku
sudah mengubah status hubungan itu, dari seorang teman menjadi seorang kekasih.
Konyol semua konyol. Entah apa yang membuat aku bisa jatuh kedalam perasaan
itu. Tapi, aku bahagia dengan dengan semua ini. Selamanya ataukah hanya
sementara, aku tak tahu.
Jam tanganku masih
menunjukkan pukul 15. 45 saat ini. Dan aku masih punya beberapa menit sebelum
jarum jam menunjukkan pukul 16.15. Kenangan bersamanya memang begitu indah dan
sulit untuk aku lupakan sampai sekarang. Tujuh tahun sudah berlalu sejak tahun
2013. 2020, aku sudah berada disini untuk janji itu.
Ada beberapa hal lain
yang aku ingat dan itu menjadi kenangan manis buatku. Aku ingat saat semua
orang didekatku, membuliku. Aku ingat saat semua orang didekatku meremahkan
dirinya. Mencoba menggoyahkan tiang yang menopang perasaanku untuknya. Saat
itu, seorang dari temanku mencoba membuatku untuk melepaskannya dari
genggamanku. Membicarakan semua hal buruk tentangnya padaku dan hal-hal lain
yang memungkinkan aku untuk melepaskannya. Karna dia tahu, saat itu rasa takut
itu sudah menghantuiku. Rasa takut bila kehilangan dirinya.
“Haha. Baru juga
beberapa bulan ini kamu kenal dengannya ev, tapi kamu udah bisa aja sayang dan
percaya sama dia. Kamu baru kenal dengan dia ev. Kamu belum kenal dia dan kamu
belum tahu apa-apa tentang semua hal dibalik dirinya. Kamu Cuma orang yang kesekian
dihati dia. Ya, aku tahu pasti dia bilang kamu Cuma satu-satunya orang jadi
pemilik hati dia. Bulsit itu ev. Banyak cewek diluar sana yang lebih dari kamu,
dan kamu sendiri nggak pernah mikir kan gimana bisa dia sayang samu sedangkan
kalian baru kenal beberapa bulan ini. Dan itupun kenalnya nggak sengaja. Ev,
aku Cuma mau ingatin kamu. Dia nunut ilmu jauh disana, dan kamu sekarang berada
disinii jauh dari dia. Ya, sekarang dia masih dideket kamu. Disini dia Cuma
sementara untuk tinggal dan nanti dia pasti pergi.”
Kata-kata itu memang
begitu menusuk. Tapi semua memang benar. Sama seperti yang dikatakan Nuri
padaku tempo itu. Dan pada saat itu tiba, dia akan pergi untuk menggapai
bintangnya yang lebih tinggi lagi. Meninggalkan aku sendiri disini.
Rasa takut itu makin
menjadi. Aku tak tahu harus berbuat apa, aku tak bisa melakukan apa-apa saat
itu tiba nanti. Mungkin saat itu aku masih bisa dibilang polos. Hal yang paling
nggak bisa aku lupain saat itu. Semuanya, semua hal yang aku dengar dan yang
aku rasakan ku ceritakan padanya. Dan saat itu, apa kamu tahu apa respon dia
padaku???
Tempat yang sama,
dibawah pohon pinus ini. Hal lain yang nggak akan aku lupakan. Senyum itu
selalu diberikannya padaku, entah karna apa bahagiakah atau karna sebab lain??
Aku tak tahu??
Saat itu, suara ini
memang terasa berat untuk menceritakan semua hal yang ku dengar dan yang ku
rasakan. Hingga membuatku tak sanggup lagi untuk tidak meneteskan air mata.
Mengalir dipipi ini begitu saja, tanpa tahu sebabnya. Dan dia menepati janjinya
saat itu. Akan terus berada disampingku saat aku menangis dan akan mengahapus
air mataku. Dia begitu sempurna untukku. Mereka benar, semua yang dikatakan
mereka memang benar adanya. Dia bisa bersikap dewasa mendengar semua hal-hal
buruk yang dikatakan orang disekitarku, sedangkan aku??? Aku Cuma bisa menangis
tanpa tahu alasan kenapa aku menangis. Bodoh.
“Evol. Udah dong jangan
nangis, aku nggak bisa ngeliat kamu nangis. Senyum dong, ayolah. Aku ikut sedih
nih nanti. Ikut mewek nih, senyum dong ayolah. Ciluk ba, senyum dong.”
Entah apa yang terjadi
saat itu, aku tak tahu. Aku selalu bilang aku tak tahu, sedangkan pada dasarnya
aku tahu itu. Aku sayang dia. Itu adalah alasan terakhir yang bisa aku katakan.
Dia yang bisa membuat aku tertawa. Dia juga yang bisa membuat aku menagis.
“Saat seorang wanita
menangis untuk prianya, maka beruntunglah pria tersebut karna memiliki
seseorang yang sangat menyayanginya dengan tulus.”
Bungkam seribu bahasa,
hal yang aku lakukan saat itu. Terlintas semua tanya akan kata-kata yang di
ucapkannya padaku. Apakah benar dia begitu? Sama seperti yang dikatakannya??
Jawaban dari pertanyaan itu yang belum aku dapatkan sampai saat ini. Tujuh
tahun sudah berlalu sejak saat itu.
Hingga sekarang aku
masih mengingat kata-kata itu dan menyimpan semua hal yang dikatakannya padaku.
Tak akan ku lupa, semua tersimpan dengan indah di memori ini dan sampai
sekarang aku masih bisa mengingatnya kembali.
Angin sepoi menerpaku
perlahan dan sejuk kurasakan saat ini. Masih dibawah pohon pinus ini, aku
menunggu hingga waktu itu tiba. Menanti sebuah janji yang diucapkannya dulu.
Walaupun aku tak tahu apakah janji itu masih diingatnya dan akan ditepatinya??? Sabar hal bisa kulakukan
saat ini. Tujuh tahun sudah berlalu.
Aku juga ingat akan
satu hal mengapa aku bisa mengatakan hal itu. Apakah janji itu masih berlaku
sampai saat ini?? Dan apakah benar aku masih bersamanya sampai sekarang???
Kisahku ini sama
seperti kisah yang dialami sahabat karibku itu, Nuri. Entah kamu percaya atau
tidak tapi memang itu yang terjadi. Enam tahun yang lalu. Saat itu Nuri datang
padaku dan menceritakan semua hal yang membuatnya bersedih saat itu. Dan saat
itu satu tahun dua bulan telah ku lalui bersamanya, Fathur.
“Ev, aku nggak tahu
harus gimana lagi?? Aku udah nggak sanggup lagi dengan sikap dia. Akhir-akhir
ini sikapnya berubah. Ya aku tahu dia sibuk dengan semua tugas kuliahnya, tapi
tak adakah sedikit waktu untukku?? Kamu bayangin aja ev, satu minggu dia nggak
kasih kabar ke aku. Aku tanya maunya apa, nggak dijawab. Ev, cewek mana yang
betah sama dia kalo sikapnya aja kayak gitu.”
“Hahaha, untungnya dia
nggak tuh ri. Dia tepatin janji dia ri. I’m happy now.”
“Yeeee. Kamu ya ev,
sekarang kamu bisa bilang gitu. Kita liat nanti pasti kata-kata itu akan kamu
tarik ulang. Aku jamin.”
“Nggak akan ri.”
“Terserah kamu deh ev,
yang jelas sekarang aku lagi pengen nangis. Kata-kata dia tuh ev, sadis banget.
Tega dia sama aku. Kamu bayangin aja ev gimana rasanya coba kalo denger
kata-kata kayk gini dari orang yang kamu sayang. Maaf ya, waktu aku bukan Cuma buat itu-itu aja dan bukan Cuma kamu aja
yang perlu aku perhatiin. Tapi masih banyak lagi hal lain yang perlu aku
lakuin, bukannya perhatiin kamu aja. Maaf, aku nggak bisa jadi orang yang kayak
kamu pengenin. Kalo mau kamu kayak gitu, kamu cari aja cowok lain yang bisa
kayak gitu terus sama kamu. Sampai disini aja. Gitu katanya ev, siapa yang
nggak sakit hati coba ev. Aku tuh Cuma pengen tahu kabarnya dia kayak gimana,
nggak lebih dari itu ev. Tapi kata-kata itu yang aku denger dari mulut dia.
Sakit ev, sakit banget.”
Saat itu, aku tahu apa
yang dirasakan Nuri dan aku bisa ngerasaain perasaan yang dialaminya. Sakit
memang, tapi aku tak tahu dengan cara apa aku menghiburnya dan nasehat apa yang
akan kuberikan padanya. Cuma kata SABAR yang dapat aku ucapkan padanya dan
memberikan bahuku sebagai batu sandaran untuknya menangis.
Sejujurnya aku takut
jika hal itu juga terjadi padaku. Dan pasti saat itu aku juga tak tahu apa yang
akan ku lakukan. Mungkin Cuma bisa menangis dan menceritakan semua rasa sakit
itu pada seseorang yang tepat.
Hal yang dialami Nuri itupun
mulai menyelimuti hari-hariku saat itu.
Berbeda. Semuanya begitu tampak samar, entah apa yang terjadi. Yang aku rasakan
waktu itu mungkin sama seperti yang dirasakan Nuri waktu itu. GALAU.
Apakah benar aku akan
menarik kembali kata-kata yang aku ucapkan pada Nuri saat itu??? Apakah aku
juga akan merasakan rasa sakit yang sama??? Apakah janji dibawah pohon pinus
itu akan berakhir??? Aku harap itu semua Cuma rasa takutku yang tak akan pernah
terjadi.
Dan semua rasa takut
itu menjadi nyata. Mencengkramku kuat seakan tak ingin melepaskanku dari rasa
sakit yang sebentar lagi akan menerpaku. Saat itu, aku mulai tak tahu hal apa
yang harus aku lakukan. Apakah sama seperti yang dilakukan Nuri saat itu.
Bertanya. Tapi aku tak ingin hal yang sama terjadi padaku setelah aku bertanya.
Aku takut.
Semua rasa gundah itu
makin hari makin menjadi. Setelah beberapa hari sebelumnya aku mendengarkan
keluh kesah Nuri, mungkin sebentar lagi Nuri yang akan mendengarkan semua keluh
kesahku. Ya, itu memang benar terjadi. Dibawah pohon ini aku mengadu tentang
semua hal yang ku rasakan saat itu. Ceritanya nyaris sama seperti Nuri. Dan
aku, aku Cuma bisa tertunduk tak berani menatap mata Nuri yang saat itu terus
menatapku. Menahan air mataku agar tidak jatuh dihadapannya. Hingga sampai saat
itu, dia datang menemuiku. Menyaksikan hal apa yang terjadi antara aku dan
Nuri.
Pandangannya begitu
datar tak ada cahaya yang biasa ku lihat dari sorot matanya saat itu. Dia menatap
kearah Nuri, seakan memberi isyarat akan sesuatu hal. Ya, setelah itu Nuri
langsung pergi meninggalkannku berdua hanya bersamanya. Entah apa yang ingin
dikatakannya atau yang dilakukannya saat itu padaku hingga menginginkan Nuri
meninggalkanku untuk bersamanya.
Dapat aku rasakan sikap
yang berbeda dari yang biasa ku rasakan saat bersamanya saat itu. Begitu dingin
dan tak dapat aku menebaknya. Ketika itu, hanya aku berduanya dengannya dibawah
pohon pinus ini. Pohon yang terdapat ukiran nama kami berdua, dan di bawahnya
terdapat kenangan yang terpendam. Dari awal dia datang menemuiku sampai saat
dia berkata saat itu, rasa takut itu kembali menerpaku. Rasa takut yang aku tak
tahu harus bagaimana menggambarkannya.
“Evol. Ada sesuatu yang harus aku katakan sama
kamu. Tapi aku tak tahu bagaimana mengatakannya padamu. Aku takut membuatmu
kecewa.”
Saat itu, begitu
mendengar kata-katanya aku langsung bisa menebak sesuatu yang akan terjadi
nanti padaku. Ya, kisahku ini akan berakhir sama dengan cerita Nuri padaku
kemarin. Walaupun terdapat perbedaan tapi tetap saja sama bagiku.
Sesak dada ini saat
itu. Kata-katanya begitu apa adanya tanpa ada kata lain yang menyertainya. Ya,
aku tahu semua itu sebenarnya sulit untuk dikatakannya tapi itulah yang harus dikatakannya.
“Maksud kamu??”
“Aku tak tahu bagaimana
cara untuk mengatakan ini padamu ev. Aku takut kamu akan kecewa dengan semua
ini.”
“Katakan saja.”
“Evol. Aku dapat
beasiswa sekolah diluar negeri. Awalnya aku Cuma iseng ikut tes beasiswa
sekolah keluar negeri itu, tapi ternyata aku lulus ev. Maaf sebelumnya aku
tidak ceritakan itu padamu. Orangtuaku dan dosen dikampus juga mendukung aku
untuk study keluar negeri itu ev. Kairo. Kamu bayangin aja ev betapa bahagianya
aku. Cita-cita aku buat study di Kairo universitas Al-Azhar akhirnya tercapai.
Aku udah ngurus administrasinya ev. Menurut kamu gimana ev??”
Saat itu. Aku Cuma bisa
tertunduk, setengah dari kesadaranku ku pertahankan mengingatkanku agar tidak
meneteskan air mata dihadapannya lagi. Menguatkan hati dan diriku sendiri agar
tetap tersenyum. Walau sebenarnya, dada ini begitu sesak hingga membuat
tenggorokan ini sakit dan tak dapat berkata apa-apa.
Saat itu juga, aku
dapat melihat rona bahagia dari wajahnya. Begitu bahagia dan senyuman itu
kembali terpancar diwajahnya. Dan saat itu, tak ingin ku hilangkan kebahagiaan
darinya dengan tetasan air mataku ini.
Tapi aku harus konsisten dengan kata-kataku. Aku bahagia jika dia bahagia,
walaupun itu bukan karna aku.
“Wah, selamat ya thur
aku senang dengarnya. Akhirnya cita-cita kamu tercapai. Dan aku, sebagai pacar
kamu bangga dong tentunya. Karna pacar aku sekolah diluar negeri.”
“Minggu depan aku udah
berangkat ev.”
Dada ini kembali sesak.
Air mata itu telah membendung hingga membuat mataku berkaca-kaca saat itu.
Bodoh aku memang bodoh jika mengatakan hal itu, tapi memang itu yang harus ku
lakukan. Aku tak ingin membuatnya bersedih karenaku.
“Oh... Keren tuh. Kamu
udah pecking belum thur, yuk aku bantuin. Hmm, apa aja ya yang bakal kamu bawa
kesana nanti. Tapi, kalo udah nyampe disana kamu harus belajar sungguh-sungguh ya
biar tamabah pinter. Terus kalo pulang ke tanah air, kamu jangan lupa bawa
oleh-oleh buat aku. Okok.”
Bodoh. Aku memang bodoh
mengatakan hal konyol seperti itu padanya. Padahal semua itu bertolak belakang
dengan semua hal yang ingin ku katakan. Lagi, aku hanya bisa menundukkan
kepalaku saat itu.
“Bodoh. Evol lihat aku.
Tatap mata aku. Kamu jangan bohongin perasaan kamu ev. Aku tahu semua kata-kata
kamu barusan itu bulsit. Aku tahu kamu pasti kecewa dengan aku. Aku nggak akan
protes jika kamu marah ataupun kecewa dengan aku. Aku akan terima itu. Kamu
jangan bohongin perasaan kamu ev. Maaf aku udah ngecewain kamu ev. Maaf aku
nggak cerita sebelumnya sama kamu.”
Lagi. Air mata itu tak
lagi terbendung, dan aku kembali menangis dihadapannya. Aku tak dapat
membohongi perasaanku sendiri bahwa aku memang benar kecewa dengannya. Tapi
untuk apa aku harus protes dan marah dengan semua itu. Itu semua adalah
keputusannya, unutk masa depannya. Dan aku tak punya hak untuk melarangnya. Aku
bahagia jika dia bahagia.
“Tak apa, aku tak
apa-apa fathur. Aku nangis karna aku senang. Aku bahagia karna kamu dapatin apa
yang kamu inginin. Aku nggak marah kok. Aku seneng lagi kamu bisa kuliah di
Kairo. Nggak apa-apa fathur. Ini semua juga buat masa depan kamu.”
“Maafin aku ev. Tak ada
niatku buat ngecewain kamu. Kamu benar ini semua memang untuk masa depan aku.
Sekali lagi maafin aku evol. Kamu bisa cari yang lebih baik daripada aku dan
kamu bisa ngelupain janji kita. Aku ingin kamu bahagia. Maafin aku evol.”
Kata-kata itu yang
sampai sekarang masih aku ingat. Dan semenjak kejadian itu, aku tak pernah lagi
mendengar berita tentangnya. Semua hal tentangnya seakan ikut pergi bersamanya.
Hanya sekali aku mendengar berita tentangnya, saat dia akan di wisuda. Dua
tahun yang lalu kabar itu ku dengar dan sekarang tak ada lagi berita yang ku
dengar tentangnya. Tapi, semua kisahku bersamanya tak akan pernah bisa hilang
bagitu saja sampai akhir tujuh tahun ini. Semuanya masih tersimpan indah
dimemori ini.
Sakit memang saat itu
kurasakan, tapi aku tak dapat berbuat apa-apa. Karna janjiku. Aku bahagia jika dia bahagia, walaupun itu
bukan karna aku.
Dan selama tujuh tahun
itu ku jalani hari-hariku tanpanya. Semua memang tampak indah tapi bagiku ada
sesuatu yang hilang kurasakan. Semuanya begitu berwarna tapi bagiku masih ada
sesuatu yang remang-remang kurasakan. Aku tak pernah ambil pusing lagi dengan
semua itu, ku jalani semuanya dengan apa adanya. Dia ingin aku bahagia, dan aku
bahagia sekarang walaupun tanpanya. Memang hingga sampai saat ini aku tetap
saja tak bisa membohongi perasaan ku, bahwa aku masih menyayanginya.
Lega, aku lega
sekarang. Penat itu sekarang sudah berkurang. Tujuh tahun sudah berlalu. Ya,
aku sekarang bahagia dan KAU-TAHU-ITU.
Angin masih berhembus
sepoi dan aku masih duduk bersender dibawah pohon ini. Menanti hingga waktu itu
tiba. 16.10 wib. Dan aku masih punya waktu lima menit lagi. Kembali kepala ini
tertunduk.
Oh ya, kamu pasti
bertanya mengapa aku tidak menggali sendiri saja botol surat itu. Hah, aku
memang bodoh. Terlalu memegang yang dikatakan JANJI. Sebelum dia pergi dan
menghilang dari hidupku dia mengatakan ini padaku. Kalau kamu mau tahu apakah aku masih bersamamu, tunggulah nanti hingga
saat itu tiba. Jika aku datang ketempat ini lagi dan kamu masih disini maka
kita akan menggali lagi kenangan itu bersama. Dan saat itu tak akan ada lagi
yang memisahkan kita. Tapi, jika aku tak kemari maka kenangan itu memang harus
terpendam selamanya. Jadi, jika kamu sudi tunggulah aku sampai saat itu tiba.
Dan jika kamu tak mau, tak apa. Memang kita tak di takdirkan untuk menggali
kenangan itu lagi bersama.
Kamu boleh bilang aku
bodoh, tak apa aku terima kata-kata itu. Tapi bukan karna kata-kata itu saja
yang membuat aku berada disini. Janji. Ya, aku ingat. Aku sudah membuat janji
pada Nuri untuk bertemu disini. Kebetulankah atau apa aku juga tak tahu.
Sekarang Nuri sudah bertemu dengan tulang rusuknya, dan aku masih sendiri.
Menanti hingga tulang rusukku menemukanku yang masih terkukung ditempat ini.
“Heh, kamu ngapain
duduk disitu ev. Bagus-bagus pemda undah nyiapin bangku taman disini. Kamu
malah duduk dibawah situ.”
Suara yang tak asing
bagiku. Nuri. Dia bersama tulang rusuknya, meledekku yang masih sendiri dengan
kemesraan mereka.
“Kita kesini dianter
sopir. Tuh mobilnya. Kalo sopirnya ngasih kunci mobil ke kamu terima ya. Kita
mau cari mimun dulu.”
Sifat yang tak pernah
hilang dari Nuri dari tujuh tahun yang lalu sampai sekarang. Dan aku, aku Cuma
bisa nyengir melihat tingkahnya. Tadi dia bilang sopir??? Mobil????? Sejak
kapan???? Ahhh, mimpi tuh orang. Biasa naik roda dua juga, tapi sekarang
lagaknya naik roda empat. Nuri Nuri.
Aku coba bangkit dari
tempatku berpindah ketempat yang lain. Mengindahkan kata-kata Nuri tadi padaku.
Tapi, belum sempat aku duduk dan masih di posisi berdiri. Seseorang yang tadi
dikatakan Nuri sopirnya berjalan mengarah padaku.
Seseorang itu.
Seseorang yang tak asing lagi bagiku. Seseorang yang pernah ku lihat
sebelumnya. Seseorang yang pernah hadir dan mengisi hari-hariku dahulu. Seyum
itu dan tatap mata itu, tak asing bagiku. Aku merasa aku begitu dekat dengannya
dan begitu mengenalnya. Ya, aku tahu siapa seseorang itu dan aku mengenal
seseorang itu. Dia yang membuat janji padaku, dulu.
Dia hadir disini,
dihadapanku. Senyum yang takkan pernah hilang dari ingatan ini. Itu dia. Dan
apakan janji itu masih berlaku??? Kamu bisa menjawabnya dan KAU-TAHU-ITU...
Dear evoLAku akan merindukanmu.
Tak sedetik pun hatiku luput dari denyut perih karena kehilanganmu.
Kau tinggal terlalu sebentar, pergi terlalu cepat. Seperti rahasia ilahi lainnya yang tak benar benar kumengerti, terkadang aku bertanya-tanya mengapa Tuhan hanya memberi waktu sedikit untuk kita. Tapi aku tidak menyesalinya. Karena sejak awal pun aku tak pernah berusaha menghindari kebersamaan kita.
Aku akan merindukanmu.
Dan aku tahu, mulai hari ini, perasaan ini akan senantiasa menyiksaku. Tapi tak apa, sungguh tak apa. Sakitnya masih tak seberapa... ketimbang harus melupakanmu.
Love you ♥
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar